MAKALAH RANGKUMAN MATERI ETIKA BISNIS #

ETIKA BISNIS
BAB 6
PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT, ETIKA PROFESI






NAMA KELOMPOK :
ALVIAN YUMANSYAH 10214902
CHITRA PERMATASARI 12214365
EVIAN NAZAR QUTUB 13214697
NI NENGAH ROSLIANA BINTARI 17214906
WILLY SETIAGRAHA 1C214251


UNIVERSITAS GUNADARMA
2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Hakikat Etika Bisnis
1.      Hakikat Bisnis
Hakikat bisnis adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan manusia ( produk atau jasa ) yang bermanfaat bagi masyarakat. Businessman (Seorang pebisnis) akan selalu melihat adanya kebutuhan masyarakat dan kemudian mencoba untuk melayani secara baik sehingga masyarakat menjadi puas dan senang. Dari kepuasan masyarakat itulah si pebisnis akan mendapatkan keuntungan dan pengembangan usahanya.
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis berasal dari bahasa Inggris yaitu “business” , dari kata dasar “busy” yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
2.      Karakteristik Profesi Bisnis
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
  Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki      berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
  Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiappelaku     profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
 Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi  harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan  dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan,  keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi  harus terlebih dahulu ada izin khusus.
 Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.


3. Pergeseran pradigma dari pendekatan stockholder ke stakeholder
Pergeseran paradigma  dari pendekatan stockholder kependekatan stakeholder dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
4. Tanggung Jawab Moral dan Sosial Bisnis
Tanggung jawab perusahaan adalah tindakandan kebijakan perusahaan dalam berinteraksi yang didasarkan pada etika. secara umum etika dipahami sebagai aturan tentang prinsip dan nilai moral yang mengarahkan perilaku sesorang atau kelompok masyarakat mengenai baik atau buruk dalam pengambilan keputusan. Menurut Jones, etika berkaitan dengan nilai-nilai internal yang merupakan bagia dari budaya perusahaan dan membentuk keputusan yang berhubungan dengan tanggung jawab social.

Terdapat 3 pendekatan dalam pembentukan tanggung jawab social:
1. pendekatan moral yaitu tindakan yang didasrkanpada prinsip kesatuan
2. pendekatan kepentingan bersama yaitu bahwa kebijakanmoral harus didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang bertanggung jawab
3. kebijakan bermanfaat adalh tanggup jawab social yang didasarkan pada nilai apa yang dilakukan perusahaan menghasilakn manfaat besar bagi pihak berkepentuingan secara adil.

5.   Kode Etik Perusahaan
Kode Etik (Patrick Murphy) atau kadang-kadang disebut code of conduct atau code of ethical conduct ini, menyangkut kebijakan etis perusahaan berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul (mungkin pernah timbul dimasa lalu), seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan pemasok, menerima hadiah, sumbangan dan sebagainya. Latar belakang pembuatan Kode Etik adalah sebagai cara ampuh untuk melembagakan etika dalam struktur dan kegiatan perusahaan. Bila Perusahaan memiliki Kode Etik sendiri, mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memilikinya.
CONTOH KASUS ETIKA BISNIS
Pada kondisi saat ini, setiap pelaku bisnis jelas akan semakin berpacu denganwaktu serta negara-negara lainnya, agar terwujudnya suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Tentunya semua perusahaan harus sudah mengacu kepada implementasi GCG yang sudah bisa ditawar-tawar lagi, sehingga dapat dikatakan bahwa bisa atau tidak bisa yang pada akhirnya tetap berusaha dan bukan merupakan suatu kebutuhan. Selain itu, memang belum adanya sangsi yang tegas dari pihak regulaor dalam hal ini pemerintah yaitu jika bagi perusahaan yang tidak menerapkan GCG. Dibeberapa negara maju, GCG saat ini sudah dianggap sebagai suatu aset perusahaan yang sangat bermanfaat, misalnya GCG akan dapat meningkatkan nilai tambah bagi pemenang saham dan mempermudah akses ke pasar domestik maupun ke luar negeri (global) serta tidak kalah pentingnya dapat membawah citra perusahaan yang positif dari masyarakat.
6. Menurut Covey Sebuah Keputusan Yang Baik adalah yang bisa menyeimbangkan keempat       kompetensi, yaitu: Tubuh (PQ), Intelektual (IQ),  Hati (PQ) dan Jiwa/Roh (SQ)
Saya setuju, karena setiap pengambilan keputusan itu harus diimbangi dengan jalan pikiran kita yang cerdas dan kondisi kesehatan prima. Sebuah keputusan tidak asal menjawab saja karena jika tidak benar-benar teliti atau dalam keadaan emosi, keputusan itu akan menjadi tidak tepat.
*contohnya : Dalam perusahaan manajer sebagai tingkat yang tertinggi harus mengambil keputusan yang bijaksana dan memotivasi kepada karyawannya untuk bekerja sama dalam kesuksesan sebuah perusahaan.

1.2 Definisi Etika Bisnis
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti “adat istiadat” atau “kebisaan”. Perpajangan dari adat istiadat ini adalah membangun suatu aturan kuat dimasyarakat, yaitu bagaimana setiap tindak dan tanduk mengikuti aturan-aturan, dan aturan-aturan tersebut ternyata telah membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku. Ilmu etik tidak bisa dikesampingkan dari ilmu filsafat, ini terlihat dari usaha-usaha dalam menafsirkan etika sering dilihat dari sudut pandag filsafatkarena filsafat itu sering kali dianggap sebagai induknya ilmu etika. Ada banyak sekali definisi dari etika yang dikemukakan oleh para ahli, dan semua nya mengacu pada moralitas, salah satunya yang di kemukakan oleh K.Bertens bahwa, “etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia”.
Etika bisnis adalah aturan-aturan yang menegaskan suatu bisnis boleh bertindak dan tidak boleh bertindak, yang dimana aturan-aturan nya tersebut dapat bersumber dari aturan yang tertulis maupun aturan yang tidak tertulis. Dan apabila suatu bisnis melanggar aturan-aturan yang sudah ada tersebut, maka dapat berbentuk langsung ataupun secara tidak langsung. Dan Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan  individu,  perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat. Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan  bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
1.3 Etika, Etiket, Moral, Hukum, dan Agama
1.3.1 Persamaan dan Perbedaan Etiket
1.3.1.1 Persamaan Etika dan Etiket
Seringkali 2 nama tersebut disamakan artinya., padahal terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara keduanya. Etika yang berarti moral sedangkan Etiket yang berarti sopan dan santun. Namun meskipun berbeda, ada persamaan diantara keduanya :
1. Keduanya memiliki objek yang sama yaitu perilaku manusia.
2. Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, yang artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan menyatakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
1.3.1.2 Perbedaan Etika dan Etiket
1. Etiket menyangkut suatu cara melakukan perbuatan harus dilakukan manusia.
2. Etika tidak memiliki batas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika memiliki pilihan apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
3. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan pada suatu kelompok tertentu. Jika tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku.
4. Etika selalu berlaku dimana saja dan kapan saja, walau tidak adanya saksi mata.
5. Etiket memiliki sifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dalam kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
6. Etika bersifat absolut. Prinsipnya tidak dapat ditawar lagi, dan harus dilakukan
7. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja.
8. Etika memandang manusia dari segi rohaniahnya.
1.3.2 Etika dan Hukum
1.3.2.1 Hubungan Etika dengan Hukum
Hukum adalah refleksi minimum norma sosial dan standar dari sifat bisnis. Kebanyakan orang percaya bahwa sifat patuh terhadap hukum adalah juga sifat yang beretika. Contohnya saja dalam konflik kepentingan mungkin tidak ilegal, tapi secara umum dapat menjadi tidak beretika dalam kehidupan sosial.
1.3.2.2 Perbedaan Etika dan Hukum
Perbedaan etika dan hukum dapat dijelaskan dalam beberapa hal berikut :
1. Hukum tidak hanya mencakup ketentuan secara tertulis, tetapi juga menjadi norma di masyarakat.
2. Etika lebih banyak mencakup hukum tidak tertulis.
3. Masyarakat percaya bahwa mematuhi aturan hukum merupakan perilaku yang etis.
4. Ada banyak hukum yang telah disepakati dan tidak tercakup dalam hukum, contohnya masyarakat dianggap telah melanggar suatu aturan hukum atau etika yang berlaku, tetapi di dalam hukum itu tidak termasuk melanggar selama tidak ada aturan hukum secara tertulis.
5. Terlambatnya perkembangan norma hukum dapat menyebabkan celah hukum.
1.3.3 Perbedaan Moral dan Hukum
Perbedaan ini memiliki hubungan yang saling terkait erat. Moralitas adalah keyakinan dan sikap batin, bukan hanya sekedar menyesuaikan atau asal taat terhadap peraturan. Karena sama-sama saling mempengaruhi dan membutuhkan satu sama lain.
Hukum dapat meningkatkan dampak sosial moralitas. Moral dan Hukum memiliki perbedaan, yaitu :
1. Hukum sifatnya obyektif, karena hukum ditulis dan disusun di dalam kitab undang-undang, sehingga hukum memiliki kepastian yang lebih besar.
2. Moral sifatnya subyektif. Akibatnya seringkali muncul pertanyaan yang menginginkan kejelasan tentang etis dan tidak etis.
3. Hukum memiliki batas ruang lingkup pada tingkah laku lahiriah.
4. Moralitas berkaitan dengan perilaku batin seseorang.kenakan sank
5. Pelanggaran hukum dapat dikenakan sanksi yang tegas dan jelas.
6. Pelanggaran moran mengakibatkan hati nurani seseorang merasa tidak tenang.
7. Sanksi hukum didasarkan pada kehendak masyarakat.
8. Moralitas tidak dapat diubah oleh masyarakat.
1.3.4 Etika dan Agama
Etika mendukung keberadaan agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan suatu masalah. Agama memberi ajaran moral untuk menjadi pedoman bagi perilaku penganutnya.
Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama didasarkan pada argumentasi rasional. Sedangkan agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahyu Tuhan dan ajaran agama.
1.3.5 Etika dan Moral
Etika dikenal dengan kode etik. Etika cenderung mengarahkan tentang ilmu yang baik atau buruk. Sedangkan Moral derasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, Moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Menurut Velasques (2005), karakteristik hakikat standar moral dibagi menjadi 5 hal, yaitu :
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap merugikan atau menguntungkan manusia.
2. Standar moral tidak dibuat oleh kekuasaan, standar moral terletak pada kecukupan nalar yang mendukung.
3. Standar moral lebih diutamakan terutama untuk kepentingan pribadi.
4. Standar moral tidak memihak terhadap siapapun.
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi dan kosakata tertentu.
1.4 Klasifikasi Etika
Menurut buku yang berjudul “Hukum dan Etika Bisnis” karangan Dr. H.Budi Untung, S.H., M.M, etika dapat di klasifikasikan menjadi :
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif yaitu etika dimana objek yang dinilai adalah sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuan hidupnya sebagaimana adanya.
2. Etika Normatif
Etika normatif yaitu sikap dan perilaku manusia atau masyarakat sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal.
3. Etika Deontologi
Etika deontologi yaitu etika yang dilaksanakan dengan dorongan oleh kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang atau pihak lain dari perilaku kehidupan.
4. Etika Teleologi
Etika teleologi yaitu etika yang diukur dari apa tujuan yang dicapai oleh para pelaku kegiatan. Dalam etika ini dikelompokkan menjadi dua macam yaitu :
a. Egoisme
Egoisme yaitu etika yang baik menurut pelaku saja, sedangkan bagi yang lain mungkin tidak baik.
b. Utilitarianisme
Utilitarianisme yaitu etika yang baik bagi semua pihak, artinya semua pihak baik yang terkait langsung maupun tidak langsung akan menerima pengaruh yang baik.
5. Etika Relatifisme
Etika Relatifisme yaitu etika yang dipergunakan dimana mengandung perbedaan kepentingan antara kelompok parsial dan kelompok universal atau global.
1.5 Konsepsi Etika
Etika pada umumnya diidentikan dengan moral  atau moralitas, tetapi meskipun sama terkait dengan baik buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki pengertian yang berbeda. Moral lebih terkait dengan nilai baik dan buruk setiap perbuatan manusia, sedang etika lebih merupakan ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk tersebut.etika mempunayi sifat yang sangat mendasar yaitu sifat kritis. Etika mempersoalkan norma-norma yang dianggap berlaku, menyelidiki dasar norma-norma yang dianggap berlaku, menyelidiki dasar norma-norma itu, mempersoalkan hak dari setiap lembaga seperti orang tua, sekolah, Negara, dan agama untuk memberi perintah atau larangan yang harus ditaati. Hak dan wewenang untuk menuntut ketaatan dari lembaga tersebut harus dan diperlu di buktikan.
Dengan itu, etika menuntut orang agar bersikap rasional terhadap semua norma sehingga etika akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom. Otonomi atau kebiasaan manusia tidak terletak dalam kebebasan dari segala norma dan tidak sama dengan kesewenang-wenangan,, melainkan tercapai dalam kebebasan untuk mengakui norma-norma yang diyakininya sendiri sebagai kewajibannya.
Pada dasarnya, setiap perbuatan bebas yang dilakukan oleh pelaku yang bebas adalah untuk mencapai hasil yang didapat dari perbuatan itu, dan sangat jarang ada tindakan yang dilakukan tanpa ada tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, setiap tindakan adalah suatu sarana untuk suatu tujuan, dan tak ada tindakan yang secara alami, dilakukan demi tindakan itu sendiri.
Niali setiap tindakan dan keinginan terhadapnya tunduk pula pada hasil yang diperoleh dari tindakan itu. Orang yang berniat melakukan perjalanan, mengambil serangkaian tindakan, misalnya membeli tiket kendaraan, mempersiapkan perlengkapan untuk perjalanan dan bersiap untuk naik bus atau pesawat terbang. Dengan memenuhi tindakan pendahuluan ini, tentulah ia bermaksud untuk mencapai maksud, yakni tujuan perjalanan yang di kehendakinya dan tidak sekedar melaksanakan tindakan-tindakan itu saja. Melihat persoalan diatas, etika merupakan pembahasan bersifat fungsional mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tingkah laku manusia dilihat dari segi baik dan jahatnya tingkah laku tersebut.
Dengan demikian, etika menuntut orang agar bersikap rasional terhadap semua norma, sehingga ia akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom (merdeka, sebagaimana dalam aliran eksistensialisme).




















BAB II
PEMBAHASAN
Nama : CHITRA PERMATASARI
Npm   : 12214365
2.1 Beberapa Aspek Etika Bisnis Islami
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.      Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5.      Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
Nama: WILLY SETIAGRAHA M.
Npm  : 1C214251
2.2 Teori Ethical Egoism
Dalam teori etihical egoism maksimalisasi kepentingan individu dilakukan dengan sesuai keinginan individu itu sendiri. Kepentingan tidak harus berupa barang atau harta, bisa juga berupa ketenaran, keluarga yang bahagia dan pekerjaan yang layak atau yang baik dan apapun yang di anggap penting oleh individu yang mengampil keputusan.
Teori ini telah mengalami perkembangan yang di sebut Enlightened Ethical Egoism(self interest), dimana ini berfokus kepada kepentingan- kepentingan individu tersebut terhadap pendapat atau persepektif masyarakat secara menyeluruh. Sebagai contoh, misalkan seseorang memiliki kepentingan terhadap polusi asap kendaraan atau asap rokok dan lainnya. Walaupun itu tidak terlalu menguntungan terhadap dirinya sendiri.
Kehadiran teknologi telah memberikan pengalaman baru bagi kehidupan manusia yang dapat menyentuh semua aspek kehidupan. Perkembangan teknologi memberi kemudahan bagi masyarakat atau individu untuk melakukan aktivitas demi aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya dan dapat melakukan interaksi dengan manusia lainnya dengan sangat mudah dan lebih efisien dimana pun berada. Teknologi selain membawa keuntungan seperti memberi kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitasnya, juga dapat menimbulkan kerugian-kerugian seperti banyaknya kejahatan-kejahatan yang memanfaatkan kecanggihan teknologi, seperti banyaknya terjadi penipuan-penipuan dalam transaksi online dan lain-lain.
Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kejahatan, sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan muncul sejak permulaan zaman  sampai sekarang dan teori ethical masa yang akan datang. Bentuk-bentuk kejahatan yang adapun semakin hari semakin  banyak variasi. Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat. Betapapun kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Kejahatan merupakan perbuatan antisosial, tidak hanya terdapat pada masyarakat yang sedang berkemang, tetapi ada pula dalam masyarakat yang telah maju tentunya dengan peralatan dan cara operasi  yang lebih canggih. Kecanggihan teknologi seperti handphone misalnya telah memberikan kemudahan-kemudahan dalam membantu pekerjaan manusia terutama dalam kecepatan penyampaian informasi yang membuatnya jauh lebih efisien.  Saat ini kecanggihan teknologi hand phone banyak disalahgunakan oleh oknum masyarakat untuk melakukan kejahatan. Salah satu kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan kecanggihan hand phone adalah Perjudian  Gelap. Perjudian Gelap yang lazim disebut Togel bagi sebagian besar masyarakat, Denpasar Bali misalnya, saat ini bukanlah merupakan hal yang baru tetapi sudah ada sejak dulu. Yang menjadi pertanyaan “apakah perjudian gelap yang beredar saat ini dimasyarakat merupakan trend perkembangan kejahatan”. Kaitan contoh di atas dengan teori ini adalah Teori ini hanya melihat diri pelaku sendiri, yang mengajarkan bahwa benar atau salah dari suatu perbuatan yang dilakukan seseorang, diukur dari apakah hal tersebut mempunyai dampak yang baik atau buruk terhadap orang itu sendiri. Apa dampak perbuatan tersebut bagi orang lain, tidak relevan,kecuali jika akibat terhadap orang lain tersebut akan mengubah dampak terhadap pelaku yang bersangkutan.Jadi jika seseorang yang terlibat kecanggihan teknologi berupa judi atau togel maka seseorang tersebut hanya akan menerima dampak bagi dirinya sendiri, seperti kehabisan harta atau yang lainnya dan tidak berpengaruh kepada individu lainnya.
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar. Egoisme bermaksud bahawa sesuatu tindakan adalah betul dengan melihat kepada kesan tindakan kepada individu. lndividu yang berpegang kepada falsafah ini percaya bahawa mereka harus mengambil keputusan yang dapat memaksimumkan faedah kepada diri sendiri. Terma “egoisme” berasal dari perkataan “ego”, perkataan Latin untuk “aku” dalam Bahasa Malaysia. Egoisme perlu dibezakan dengan egotisme yang bermaksud penilaian berlebihan psikologi terhadap kepentingan sendiri atau aktiviti sendiri. Teori ini adalah bersifat individualistik.
Terdapat dua kategori utama Egoisme iaitu Psychological Egoism dan Ethical Egoism.
(a) Egoisme Secara Psikologi
Psychological Egoism berpandangan bahawa setiap ormg sentiasa didorong oleh tindakan untuk kepentingan diri. lanya juga mendakwa bahawa manusia sentiasa melakukan perkara-perkara yang dapat memuaskan hati mereka ataupun yang mempunyai kepentingan peribadi. Teori ini menerangkan bahawa tidak kira apa alasan yang diberikan oleh seseorang, individu sebenarnya bertindak sedemikian sematamata untuk memenuhi hasrat peribadi. Sekiranya pandangan ini benar maka keseluruhan prinsip etika adalah tidak berguna lagi.
(b) Egoisme Etikal
Ethical Egoism menegaskan bahawa kita tidak harus mengabaikan secara mutlak kepentingan orang lain tetapi kita patut mempertimbangkannya apabila tindakan itu secara langsung akan membawa kebaikan kepada diri sendiri. Ethical Egoism adalah berbeza dengan prinsip-prinsip moral seperti sentiasa bersikap jujur, amanah dan bercakap benar. la kerana tindakan tersebut didorong oleh nilai-nilai luhur yang sedia ada dalam diri manakala dalam konteks ethical egoism pula sesuatu tindakan adalah didorong oleh kepentingan peribadi. Misalnya, seseorang individu yang memohon pinjaman akan memaklumkan kepada pegawai bank tentang kesilapan pihak bank bukan atas dasar tanggung jawab tetapi kerana beliau mempunyai kepentingan diri semdiri.
2.3Teori Relativism
Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya. Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan budayamasyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik.
Makna relativisme seperti yang tertera dalam Ensiklopedi Britannica adalah doktrin bahwa ilmu pengetahuan, kebenaran dan moralitas wujud dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat maupun konteks sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat mutlak. Lebih lanjut ensiklopedi ini menjelaskan bahwa dalam paham relativisme apa yang dikatakan benar atau salah; baik atau buruk tapi tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial.
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif. Jawaban etika tergantung dari situasi dari bagaimana individu tersebut. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu menggunakan kriterianya sendiri-sendiri dan berbeda-beda setiap budaya dan Negara. Masalah yang timbul dalam praktiknya adalah self-centered (egois). Fokus pada diri sendiri dan mengabaikan interaksi dengan lingkungan sekitar atau pihak luar sisterm serta membuat keputusan dengan tidak memikirkan jauh kedepan atau tidak berpikir panjang, semua tergantung kriteria keputusan tersebut. Contoh Suatu budaya memiliki kode moral yang berbeda dengan budaya yang lain. Hal ini menghasilkan suatu sistem relativisme budaya. Dalam relativisme budaya etis tidak ada standar objektif untuk menyebut satu kode sosial yang lebih baik dari yang lain, masyarakat mempunyai kebudayaan memiliki kode etik yang berbeda pula, kode moral kebudayaan tertentu tidak serta merta berguna pada kebudayaan yang lain Tidak ada kebenaran universal dalam etika dan tidak lebih dari arogansi kita untuk menilai perilaku orang lain.
Relativisme etis yang berpendapat bahwa penilaian baik-buruk dan benar-salah tergantung pada masing-masing orang disebut relativisme etis subjektif atau analitis. Adapun relativisme etis yang berpendapat bahwa penilaian etis tidak sama, karena tidak ada kesamaan masyarakat dan budaya disebut relativisme etis kultural.
Menurut relativisme etis subjektif, dalam masalah etis, emosi dan perasaan berperan penting. Karena itu, pengaruh emosi dan perasaan dalam keputusan moral harus diperhitungkan. Yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tidak dapat dilepaskan dari orang yang tersangkut dan menilainya. Relativisme etis berpendapat bahwa tidak terdapat kriteria absolut bagi putusan-putusan moral. Westermarck memeluk relativisme etis yang menghubungkan kriteria putusan dengan kebudayaan individual, yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan individual.

1. Kekuatan relativisme etis
Kekuatan relativisme etis subjektif adalah kesadarannya bahwa manusia itu unik dan berbeda satu sama lain. Karena itu, orang hidup menanggapi lika-liku hidup dan menjatuhkan penilaian etis atas hidup secara berbeda. Dengan cara itulah manusia dapat hidup sesuai dengan tuntutan situasinya. Ia dapat menanggapi hidupnya sejalan dengan data dan fakta yang ada. Ia dapat menetapkan apa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah, menurut pertimbangan dan pemikirannya sendiri. Demikian manusia tidak hanya berbeda dan unik, tetapi berbeda dan unik pula dalam hidup etisnya.
2. Kelemahan relativisme etis
Walaupun sangat menekankan keunikan manusia dalam hal pengambilan keputusan etis, para penganut relativisme etis subjektif dapat menjadi khilaf untuk membedakan antara norma etis dan penerapannya, serta antara norma etis dan prinsip etisnya. Bila orang berbeda dalam hidup dan pemikiran etisnya, bukan berarti tidak ada norma etis yang sama. Bisa saja norma etis objektif itu sama, tetapi perwujudannya berbeda karena situasi hidup yang berbeda.
Nama : NI NENGAH ROSLIANA BINTARI
Npm   : 17214906
2.4 Konsep Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Deon yang berarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatannya. Jadi, keputusan menjadi baik karena memang sesuai dengan “kewajiban”, dan di anggap buruk karena memang “dilarang”. Prinsip dasar konsep ini adalah tugas (duty) individu untuk kesejahteraan bersama dan kemanusiaan. Typical penganut pendekatan ini adalah orang-orang beragama (ikut ketentuan/kewajiban dalam agama) dan orang hukum.
Tokoh pengembang konsep ini adalah Immanuel Kant (w. 1804). Kant mengembangkan konsep filosofi moralnya dalam tiga karyanya: Fundamental Principles of the Metaphysic of Morals (1785), Critique of Practical Reason (1788). And Metaphysic of Morals (1798). Teorinya yang disebut Kantianism Deontologi mengatakan, keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal. Bukan “hasil” atau “konsekuensi” seperti dalam teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi karena mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik. “Kant percaya akan konsep terpenting dalam moral, yaitu good will (niat baik)”. Sebagai contoh, mahasiswa dikatakan baik bila ia tidak menyontek karena ia tahu itu “salah” bukan karena ia “takut tertangkap”. Dasar dari konsep ini adalah yang disebutnya sebagai “Kategori Imperatif”. Prinsip-prinsip atau atuiran-aturan yang memang secara umum (universal) dipraktikan atau diterima. Suatu kewajiban yang tidak bersyarat atau kewajiban yang harus dilakukan tanpa memandang kemauan atau perasaan kita. Suatu perbuatan adalah baik karena memang harus dilakukan (=kewajiban).
Jadi, sesuatu menjadi baik karena berdasarkan “kategori imperatif” yang mewajibkan kita begitu saja, tak tergantung syarat apapun. Dasar filosofi Immanuel Kant tentang manusia untuk Deontologi adalah “Manusia adalah suatu tujuan untuk dirinya. Sehingga manusia harus dihormati sebagai suatu tujuan tersendiri, tidak boleh dijadikan sarana untuk tujuan lain”.
Masalah yang terjadi dalam penerapannya berada pada pengertian Kant tentang duty (kewajiban). Bila tindakan berdasarkan perasaan atau lainnya yang tidak sesuai dengan tugas manusia terhadap sesama dan kemanusiaan, maka menjadi tidak etis. Sebagai contoh, “Petrus (penembak misterius di zama ORBA, Utilitarisme = OK, Deontologi = No; SDSB, Jadi di zaman Ali Sadikin, Terorisme dengan alasan Jihad.
Nama : ALVIAN YUMANSYAH
Npm   : 10214902
2.5 PENGETIAN PROFESI
Profesi adalah pkerjaan yang memiliki karakteristik tertentu, lazimnya pengetahuan khusus yang meiliki status dan prestise dari masyarakat. Anggota dari profesi menentukan standar sendiri mengatur ke anggotaannya, mendispplinkan anggotanya dan berfungsi sebagai batasannya sedikit dari lainnya termasuk perintah. Istilah lain dari profesi itu sering kali kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari hari namun dalam kata profession yang berasal dari pembenda haraan Anglosaxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja.profesi juga mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latian, tetapi di dalem arti profession itu adalah “panggilan”.
Maka dari itu “profession” mengandung dua unsur. Unsur yang pertama adalah keahlian dan unsur  yang kedua adalah pangilan.sehingga seseorang yang professional harus dapat memadukan didalam diri pribadinya kecakapan tehnik yang di perlukan untuk menja;ankan pekerjaannya dan juga diperlukannya kematangan etik penguasaan tehnik saja tidak dapat membuat seseorang bisa menjadi professional karena kedua unsur itu harus menyatu.
Dipihak lain menurut (Ahmad Sofwani dan Darson Wisadirana, 2008:39) professional adalah orang yang memperoleh penghasilan dengan melakukan suatu kegiatan atau mengerjakan sesuatu yang memerlukan keterampilan. Prpofesional di lain pihak menggunakan seluruh waktu kerjanya untuk melakukan kegiatan tersebut dan di bayar untuk melaukan kegiatan tersebut.
Selain itu menurut (Longman, 1987), profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Professional lisme mngandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan. Jadi, profesionalisme merupakan sifat kemahiran, kemampuan, cara pelaksaan dari suatu yang di lakukan seseorang. Profesiona;isme berasal dari profession yang bermakna berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk nebjalankannya. Jadi profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualitas dari seseorang yang professional.
Berdasarkan dari pengertian pengertian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa di katakana professional dalam berprofesi bila memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Profesionalisme itu menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result), sehigga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan kualitas mutu.
2. Profesionalisme itu memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yag dapat kit peroleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
3. Profesionlisme menuntut ketekunan dan ketabahan yaitu sifat yang tiak mudah puas atau tidak mudah putus asa sampai hasil tercapai.
4. Profesionalisme itu memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh keadaan terpaksa atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
5. Profesionalisme sangat memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan sehigga dapat terjaga efektifitas kerja yang tinggi.
Ciri ciri di atas itu menunjukan bahwa tidaklah mudah menjadi seseorang pelaksana profesi yang professional, haru ada kriteria kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas lagi seseorang yang dapat di katakana sebagai professional adalah mereka yang sangat sangat berkompeten atau meiliki kompetensi komoetensi tertentu yang mendsari kinerjanya.
Tujuh syarat pekerja professional:
1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani orang banyak atau umum.
2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi yang dimaksud, harus melalui pelatian yang cukup lama dan berkelanjutan.
3. Adanya kode etik dan standar yang di taati yang belaku di dalam organisasi tersebut.
4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang di selenggarakan oleh organisasi profesi tersebut.
5. Mempunyai media atau publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya
6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota.
Adanya badan tersendiri yang di beri wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat.
Nama : EVIAN NAZAR QUTUB
Npm  :  13214697
2.6 Kode Etik Bisnis
Beberapa sumber berkata bahwa agar nilai-nilai moral bisnis dapat menjadi nyata dalam kemampuan perusahaan diperlukan penuangan nilai-nilai itu kedalam bentuk rumusan yang lebih konkrit dn operasional yaitu Kode Etik. Kode Etik yang ditujukan untuk stakeholder terdapat pada 3 pasal, sebagai berikut:
Pasal 3 Prinsip-Prinsip Stakeholder
(1) Pelanggan
Beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan sebagai wujud tanggung jawabnya kepada pelanggan:
a. Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan apa yang mereka minta.
b. Memperlakukan pelanggan secara adil dalam segala transaksi, termasuk pelayanan yang baik dan memperbaiki ketidakpuasan mereka.
c. Membuat setiap usaha menjamin bahwa kesehatan dan keselamatan pelanggan demikian juga kualitas lingkungan mereka akan dijaga kelangsungannya dan ditingkatkan dengan produk dan jasa perusahaan.
d. Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan dan mengiklankan produk.
e. Menghormati integritas budaya pelanggan.
(2) Pekerja
Pimpinan pekerja perusahaan mempunyai tanggung jawab:
a. Memberi pekerjaan dan imbalan yang dapat memperbaiki kondisi kehidupan mereka.
b. Memberikan keadaan kerja yang menghormati kesehatan dan martabat pekerja.
c. Bersikap jujur dalam berkomunikasi dengan pekerja dan terbuka dalam memberikan informasi.
d. Siap mendengarkan dan sejauh mungkin bertindak atas saran, gagasan, permintaan dan keluhan pekerja.
e. Mengajak bermusyawarah apabila terjadi konflik.
f. Menghindari praktik diskriminasi dan menjamin perlakuan dan kesempatan yang sama pada pekerja sekalipun berbeda gender, usia, suku dan agama.
g. Mengembangkan diversifikasi pekerjaan dalam bisnis agar pekerja dapat sungguh-sungguh bermanfaat.
h. Melindungi pekerja dari kemungkinan terkena penyakit dan kecelakaan di tempat kerja.
i. Bersedia dan membantu pekerja dalam mengembangkan pengetahuan-pengetahuan dan keterampilan yang relavan dan dapat dialihkan.
j. Tanggap terhadap masalah pengangguran dalam pembuatan keputusan bisnis dan bekerja sama dengan pemerintah, serikat pekerja dan pihak-pihak lain untuk menangani masalah ini.
(3) Pemegang Saham
Pengeola bisnis memilki beberapa tanggungjawab sebagai penghormatan atas kepercayaan mengelola bisnisnya:
a. Menetapkan manajemen yang professional dan tekun guna memperoleh keuntungan yang wajar dan kompetitif atas modal yang telah ditanamkan.
b. Memberikan informasi yang relavan kepada investor mengenai masalah tuntutan-tuntutan legal dan hambatan persaingan.
c. Menghemat, melindungi dan menumbuhkan asset-asset investor.
d. Menghormati permintaan, saran, keluhan, dan solusi dari investor.
(4) Pemasok
Hubungan perusahaan dengan pemasok dan subkontraktor harus didasarkan pada sikap saling mennghormati. Ia memiliki tanggung jawab untuk:
a. Mengusahakan terwujudnya prinsip keadilan dan kejujuran dalam semua aktivitas baik dalam menetapkan harga licensing, dan hak-hak untuk menjual.
b. Menjamin bahwa aktivitas bisnis perusahaan terbebas dari segala bentuk pemaksaan dan proses yuridis yang tidak perlu.
c. Membantu terciptanya stabilitas hubungan jangka panjang dengan pemasok dalam bentuk pengambilan, keuntungan secara wajar, terjaganya kualitas, kontinuitasdan kompetitif bahan baku.
(a) Berbagi informasi dengan pemasok dan melibatkan mereka kedalam perencanaan perusahaan.
(b) Membayar pemasok tepat pada waktunyadan sesuai dengan persetujuan perdagangan mereka.
(c) Mencari, mendukung dan mengutamakan pemasok dan subkontrak yang menghormati martabat manusia.
(5) Pesaing
Persaingan ekonomi secara wajar merupakan suatu tuntutan dasar bagi bertumbuhnya kesejahteraan bangsa-bangsa. Karena itu setiap perusahaan harus menghormati persaingan dan memilikitanggung jawab untuk:
(a) Mengembangkan pasar terbuka untuk perdangan dan investasi.
(b) Mengembangkan perilaku yang bersaing menguntungkan secara social dan lingkungan serta mengembangkan sikap saling menghormati diantara sesame pesaing.
(c) Menghindarkan dari pemberian gaji atau hadiah yang dapat dipertanyakan untuk menjamin keuntungan yang kompetitif.
(d) Menghormati hak cipta dan hak paten.
(e) Menolak untuk mencuri gagasan baik untuk inovasi maupun penciptaan produk.
(6) Masyarkat
Perusahaan mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat dimana bisnis beroperasi untuk:
(a) Menghormati hak asasi manusia dan lembaga-lembaga demokrasi dan mengembangkan pelaksanaannya.
(b) Mengakui kewajiban kepada pemerintah dan masyarakat serta mendukung kebijakan  dan pelaksanaan public yang bertujuan untuk mengembangkan manusia melalui hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan bagian-bagian masyarakat.
(c) Bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan yang ada dimasyarakat.
(d) Mengembangkan dan merangsang pembangunan berkelanjutan dan memainkan peran dalam memelihara dan meningkatkan lingkungan fisik dan konservasi sumber daya tanah.
(e) Mendukung perdamaian keamanan, keanekaragaman, dan keutuhan social.
(f) Menghormati keutuhan budaya local.
Revormasi bisnis yang perlu dilakukan, selain menata sistem dan pertobatan individual dari para pelaku bisnis adalah merumuskan prinsip-prinsip etika bisnis dalam bentuk yang lebih konkrit dan operasional yaitu kode etik.
Nama : ALVIAN YUMANSYAH
Npm   : 10214902
2.7 Prinsip-prinsip Etika Profesi
Tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada umumnya yang paling berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka adalah manusia.
1. Yang pertama adalah prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain. Ia sendiri dapat mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.
2. Prinsip kedua adalah prinsip keadilan. Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula.
3. Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya, kemampuan untuk mengambil keputusan dan bertidak berdasarkan keselarasan tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
4. Prinsip integritas moral. Ini merupakan dasar dalam berbisnis, harus menjaga nama baik perusahan tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya. Karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan apa pun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar niali uang dijunjung tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya integritas moral yang tinggi menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan menyerah atas bujukan apa pun untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan prinsip keadilan sebagai nilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia tidak akan mudah menyerah terhadap bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan semacamnya demi mempertahankan dan menegakkan keadilan. Kendati, ia malah sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral, khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia rela mati hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL KERUPUK OPAK

PUISI "Mari Membaca"